Siluet di Suatu Sore

1./
lengkung senyum rapuh nun jingga
dihempas lamun kursi goyang
O, hari baru yang datang;
seret langkahnya pelan

aku ranting kering terserak
injakmu betul mematahnya
O, pelangi lepas hujan
kapan kita bersua?

2./
ketika suara tak lagi berbunyi
ketika telinga tertutup
kaki tak melangkah
pun tangan lupa menggenggam

Detakku langkah menuju mekar
hembus badai, o, kini dia layu
Gerimis pagi menahan rindu
tunas ingin tumbuh tak tahan lagi

3./
Ada siluet hatimu
yang kekal
di kepala
:haruskah
ku tetap membisu?

Mungkin Kita Sama Jalan

Ada malam tertawa
di cafe, dan pemuda Madura berdagel tentang logatnya.
Ada senja lewat saja
bersama klakson dan macet, bersama waktu pulang kerja.
Ada pagi acak-acak
siapkan makan pagi, setrika dasi, antar anak ke sekolah.
Ada siang tak diduga
dari bos sedang berang, toilet mampet, ditraktir kawan makan pizza.

Ya, mungkin kita sama jalan
menuju bosan
mungkin kita sama jalan
atau lari
ke gaba-gaba yang kita cari
untuk berhenti
dari pusaran sorak-sorai
dan berjumpa
dengan pintu sepi kita sendiri-sendiri;
melamunkan dosa-dosa
sambil mencecap kata-kata.
Puisi tiada habisnya
sebab menurut sepi, puisi itu komedi,
teman ngopi.