Lalu Datang Lalu Pergi

Tadinya, pikirku…

Kalian seperti biji puisi
datang kusemai, tak datang tumbuh liar
mampir sendiri, berdiri, nyolong hati, lalu pergi
ke rimba rimba Kalimantan atau pinggir pinggir Sungai Amazon.
nanam nanam sendiri, mupuk mupuk sendiri, nyiram nyiram sendiri
mandi mandi sendiri. Mandiri

Seperti juga bayi puisi
mendekat kutimang, menjauh kurindukan
beranjak usia, perkasa, cari gara-gara, lari kemana mana
ke gedung-gedung Jakarta atau foto foto di taman Melbourne.
Hidup hidup sendiri, belanja belanja sendiri, necis necis sendiri
Mandi mandi sendiri. Mandiri

“pergi kembali pergi
datang pulang datang”

Ternyata…

Kalian tak seperti biji atau bayi.
Kalian puisi itu sendiri
ada yang kutulis, tapi tak ingin lagi kubaca
tak ingin kubaca, tapi tak ingin kubuang
biar orang tahu:
kita pernah bodoh, pernah pintar
pernah jatuh, pernah bangun
pernah ditinggal, pernah meninggal

Diammu Tungguku

Inginku mengenalmu, Cinta
di antara luka, diantar suka
inginku menemukanmu, Cinta
di gunung, di hutan, di pantai
Pikirku kau dekat, kutunggu
pikirku kau jauh, kusambang
Padahal kau pun dekat, kau pun jauh. Bagaimana kucari?

kata orang, Kita satu.
kulihat hanya aku,
apa cermin berdusta?

Atau…
kutunggu saja inginmu mengenalku, Cinta?

Sampai suaraku tak lagi suara
tinggal sepi tunggu suaramu
pun begitu gemetar sudah hatiku.
Kau di aku, kapan kau sebut aku?