Tadinya, pikirku…
Kalian seperti biji puisi
datang kusemai, tak datang tumbuh liar
mampir sendiri, berdiri, nyolong hati, lalu pergi
ke rimba rimba Kalimantan atau pinggir pinggir Sungai Amazon.
nanam nanam sendiri, mupuk mupuk sendiri, nyiram nyiram sendiri
mandi mandi sendiri. Mandiri
Seperti juga bayi puisi
mendekat kutimang, menjauh kurindukan
beranjak usia, perkasa, cari gara-gara, lari kemana mana
ke gedung-gedung Jakarta atau foto foto di taman Melbourne.
Hidup hidup sendiri, belanja belanja sendiri, necis necis sendiri
Mandi mandi sendiri. Mandiri
“pergi kembali pergi
datang pulang datang”
Ternyata…
Kalian tak seperti biji atau bayi.
Kalian puisi itu sendiri
ada yang kutulis, tapi tak ingin lagi kubaca
tak ingin kubaca, tapi tak ingin kubuang
biar orang tahu:
kita pernah bodoh, pernah pintar
pernah jatuh, pernah bangun
pernah ditinggal, pernah meninggal