Untuk Gie

Selamat ulang tahun, sayang.
Jika kau bukan dari tulang rusukku, maka tengkorak dan seluruh tubuhku kuhibahkan demi cintamu.

——o——o——

Hitam menari diatas putih
Melenggak-lenggok percaya diri
Aku tak putih, kau tak hitam
Begitupun sebaliknya
aku mencintaimu dengan caraku,
Aku keluar dari konsep-konsep karya manusia tentang cinta
Kau tak pantas untuk aku cintai dengan menyontek
Jelas senyummu karya Tuhan
aku memujanya dalam kerendahan
Jelas tatapanmu karya Tuhan
Aku menatapnya tajam
Kagum akan keindahan
Aku mencintaimu dengan aku apa adanya
Tak terjamah tulisan manusia
Tak terjangkau bisik-bisik manusia
Tuhan berprosa dalam hatiku
Semua tentang indahnya Dia, ibuku dan kau…

——o——o——

Dalam cinta, kita bahagia membahana
Rumput-rumput hijau kita sentuh bersama
Aku terbaring, kau terbaring tepat disampingku
Mata kita saling tatap
Hati kita tak ada disana
Mereka berjalan menggengam tangan
Menembus apa saja
Pergi kemana saja
Mereka ada di Abbey Road sekarang
Berdua berbagi es krim;
Hatiku menciummu, hatimu memeluk manja
The Beatles mengiringi asmara hati kita disana.
Lain waktu hati kita melancong ke India
Di Taj Mahal, mereka menunjuk kubahnya
Sedikit tertawa kemudian berpelukan mesra
Hati kita saling cinta, mereka mendahului raga kita yang sederhana
Pergi kemanapun yang mereka ingin.
Sedang kita yang benar-benar kita,
masih disini berpegangan tangan
Bahu membahu bertatap muka — bagian kecil dari semesta

——o——o——

Cinta kita mantera
Jampi-jampi agar sekitar tetap terlelap
Cinta kita api nyata
berbatang-batang rokok terbuang menunggu senyap

Diam…

Tak lama berselang, cinta mengendap masuk dalam kegelapan
Meraba kita dengan sengatan
Lampu-lampu mendadak diam,
Setrumnya dengan rakus kita makan
“Cinta memang gila sayang, dia rakus dalam segala hal, tak kenal malaikat tak kenal setan”

Dalam hening yang khidmat.
Telinga kita peka
kau bisikkan suara malam
Aku dengarkan dengan riang
Aku bisikkan suara siang
Kau dengarkan dalam-dalam

Aku jadi kau waktu itu
Raga kita bersatu, hati kita melanglang buana
Seperti biasa, mereka berpelesir keliling dunia
Dalam cinta

——o——o——

Rumah Remah Roti dan Tikus Istana

Dari balik jendela intip dunia
Mata tikus menyorot tajam
Manusia lain tak hirau rupa nestapa
Dengan sendirinya aku sendiri
Berlindung dalam remah roti
Kecil sekali di mata tetangga
Namun, cukup menggemukkan bagi seekor belatung pengembara

Rumahku tak mengenal banjir
Saat hujan tiba-tiba ganas
Kami akan hanyut ikuti arus
Bukan lagi basah kuyup
Kami bagian dari becek jalanan

Aku hidup bahagia disini
Terombang-ambing;
Masuk neraka, menuju surga
Masuk surga, menuju neraka
Beberapa kali kami ada dalam mulut tikus yang bau busuk
Tak lama, kami keluar lewat anusnya
Kemudian, hujan turun dan memisahkan kami dari tai-tai tikus — membawa kami ke perut-perut tikus lainnya

Bicara tentang tikus
Tikus istana tak kalah bau mulutnya
Tapi, telinga mereka tuli
Selalu ada nanah yang keluar dari telinga-telinga mereka
Dulu aku tak tahu mengapa
Hingga pagi ini, banjir membawa kamu ke atas selembar koran lusuh
Ada gambar tikus menusuk telinga tikus lainnya
Kupandang ke atas gambar, “Ritual Tusuk Telinga Tikus Istana” judulnya
Kubaca lagi hingga satu kalimat yang membuatku berhenti dan ternganga
“Ritual tusuk telinga tikus istana telah berlangsung turun temurun, mereka menganggap telinga tak diperlukan karena hanya akan mendengar berita-berita bohong dan basi.”