Selendang Usang

Oleh: Tersayang…

Besar dalam pelukan selendang usang, entah berapa puluh jahitan tersulam untuk menahan berat tubuhku yang terus bertambah.

Ibuku menyisir trotoar
dengan gorengan dalam tampah di atas kepala.

Aku merintih dalam gendongannya

semalam ibu sibuk menjahit ulang selendang usang
mungkin lupa melepas jarum — kelewat lelah.
Jarum menggores pahaku tanpa permisi
lalu kulepas diam-diam.

Ibu, bahkan luka jarum jahitmu tak mampu mengikis rasa bersalahku,
aku lelah menyiksa pinggang ibu…

Besok,
kalau langkah kakiku tak lagi tertatih,
turunkan aku dari gendongan…

Kuantar ibu menyisir trotoar
tanganku di tanganmu
lelahku lelahmu jua…

Bunga Dalam Pejam

Ini saatnya aku bermimpi
Tentang bagaimana aku disana
di sebuah tempat yang elok, mimpi

Dalam mimpi, aku jadi aku
Inginku disini, berwujud aku disana
Bulan jadi sahabatku, hujan datang
semauku.
Oh, bunga indah dalam pejam.

Dalam mimpi, aku bisa belajar
Sekolahku gratis, buku berlimpah
Tumbuhan bisa bicara — mereka guruku juga.
Oh, bunga-bunga dalam pejam.

Rumahku disana,
hampir sama dengan rumahku disini,
tidak beratap.
Dari ruang tamu tempat kubelajar
matahari terlihat jelas.
Disana, matahari selalu tersenyum, matanya teduh penuh kasih.
Disini, matahari seringkali cemberut, matanya sinis — sepertinya dia marah
Oh, aku lupa…
Dalam mimpi, tak ada lubang ozon.

Orang-orang disana
Hampir sama dengan orang-orang disini,
punya hidung, mata dan telinga.
Dari jendela rumah, aku bisa melihat mereka.
Disana, orang-orang tersenyum, mata mereka teduh penuh kasih
Disini, orang-orang cemberut, mata mereka sinis — sepertinya mereka marah
Oh, aku lupa…
Dalam mimpi, tak ada rasa benci

Ah, andai mimpi itu disini
andai mimpi tetap ada saat mataku terbuka.
andai aku tak hanya berandai-andai